Pertentangan Dalam Minoritas : Orang - orang Arab di Batavia

Jumat, 28 Mei 2010.

Orang – orang Arab merupakan sebuah komunitas minoritas di Nusantara yang dikategorikan sebagai golongan Vreemde Oosterlingen bersama dengan orang – orang cina dan timur asing lainnya. Mereka bermukim di kota – kota besar Nusantara seperti Surabaya, Batavia, dan Pekalongan. Keberadaan mereka kemudian dikelompokan pada sebuah wilayah, seperti komunitas – komunitas asing lainnya. Di Batavia, mereka mengelompok disebuah kampung yang diberi nama Pekojan.
Komunitas arab Batavia merupakan komunitas terbesar ke dua dari segi jumlah, setelah Surabaya. Seperti orang – orang arab lain di Jawa, aktivitas ekonomi yang mereka lakukan adalah berdagang dan menjadi rentenir. Barang – barang seperti kain, mebel, batu mulia, minyak wangi merupakan komoditas populer yang mereka perdagangkan. Rentenir merupakan pekerjaan sampingan dari berdagang. Jika para pembeli tidak dapat membayar tunai, mereka menjual barang dengan system utang. Bunga yang cukup tinggi menjadikan aktivitas meminjamkan uang merebak di kalangan pedagang arab.
Selain berdagang, mereka juga mendirikan organisasi. Jamiat Khair yang didirikan pada tahun 1901. Organisasi ini bertujuan memperkuat karakter komunitas arab, utamanya budaya dan bahasa arab, dengan membuka sekolah arab dan mengirimkan anak – anak arab untuk sekolah di luar negeri. Pelajaran tidak hanya mengenai agama dan bahasa arab, namun juga merambah ilmu – ilmu modern seperti ilmu bumi, aritmatika, dan bahasa Inggris.
Masuknya Ahmad Surkati sebagai pengajar di Jamiat Khair merupakan awal munculnya konflik di kalangan internal komunitas arab. Ahmad Surkati merupakan pendukung dan pembawa ide – ide pembaharuan di kalangan arab dan agama islam. Beliau memperdebatkan struktur kelas yang kaku. Bahwa dalam Islam tidak mengenai pengkastaan seperti yang para sayid lakukan terhadap golongan arab[1]. Persoalan yang paling penting diperdebatkan adalah kebiasaan mencium tangan para sayid jika bertemu, kesetaraan kedudukan antara pasangan nikah, perantaraan, dan penggunaan gelar kehormatan sayid.
Pertentangan ini semakin meruncing ketika Ahmad Surkati keluar dari Jamiat Khair dan mendirikan Jamiat Al – Islah wal – Irsyad. Perdebatan sengit muncul dalam surat kabar, koran dan majalah, tidak hanya mengenai perombakan struktur kelas, namun juga hal – hal fikih. Pertentangan ini kemudian mulai mereda ketika terselenggaranya Sumpah Pemuda golongan arab dan terbentuknya Persatoean Arab Indonesia (PAI). 


[1] Sayid merupakan kelas tertinggi, mereka mengaku sebagai keturunan nabi Muhammad SAW. Syekh dan gabili merupakan golongan menengah. Sedangkan masakin merupakan golongan terendah. Terdiri dari para pedagang kecil, buruh, pelayan dan budak

Comentários:

Posting Komentar

 
Meretas Kembali © Copyright 2010 | Design By Gothic Darkness |